Kamis, 27 Februari 2020

Mekanisme Reaksi Eliminasi E2

   Pada sebelumnya saya telah membahas mengenai reaksi nukleofilik substitusi SN1 dan SN2. Nah, pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai reaksi eliminasi yang terbagi menjadi 2 juga yaitu E1 dan E2. Dan pada blog saya kali ini saya akan membahas mengenai reaksi eliminasi nukleofilik E2 terlebih dahulu. Dimana reaksi eliminasi dapat juga diartikan sebagai suatu reaksi dimanaada bagian atom ataupun gugus yang hilang pada suatu reaksi yang akan terbentuk ikatan rangkap baik itu rangkap 1, rangkap 2 ataupun rangkap 3. Reaksi E2 ini sama seperti reaksi pada SN2 dimana reaksi E2 ini terjadi secara serempak atau bersama-sama, artinya semua ikatan akan terputus dan terbentuk dalam waktu yang sama dan terjadi tanpa interaksi apa pun.Sehingga reaksi seperti ini disebut reaksi eliminasi bimolekular.

Mekanisme reaksi E2

Pada reaksi E2 hanya terjadi mekanisme satu tahap saja. Dimana pada atom karbon-hidrogen dan karbon-halogen terputus dan kemudian membentuk ikatan rangkap C=C. Dimana proton atau atom hidrogen ditarik oleh basa kuat. Adapun pada keadaan transisi ikatan antara atom C-H dan C-Br perlahan akan terputus dan ikatan antara O-H dan phi (rangkap) perlahan akan terbentuk. Basa kuat seperti anion hidroksida (OH-) dan alkoksida (OR-) cenderung lebih dominan digunakan dalam reaksi E2 ini. Basa kuat yang digunakan dalam reaksi E2 ini juga cenderung menggunakan temperatur yang tinggi. Pada umumnya, reaksi E2 ini dilaksanakan dengan cara memanaskan alkil halida dengan KOH dan NaOCH2CH3 didalam etanol. Dalam reaksi E2 alkil halida tersier bereaksi paling cepat dibandingkan alkil halida primer dan sekunder.

Contoh reaksi E2


Adapun pada laju reaksi E2 mengikuti aturan orde kedua yakni orde pertamanya pada substrat dan orde pertama pada basanya, sehingga konsentrasi substrat dan produk mempengaruhi laju reaksinya.Persamaan hukum laju reaksi E2 sebagai berikut :

Laju reaksi = k [basa] [substrat]


Permasalahan :
 
1. Basa kuat seperti anion hidroksida (OH-) dan alkoksida (OR-) cenderung lebih dominan digunakan dalam reaksi E2 ini. Mengapa pada mekanisme reaksi E2 menggunakan basa kuat ?

2. Pada reaksi E2 hanya terjadi mekanisme satu tahap saja. Mengapa pada mekanisme reaksi E2 hanya berlangsung satu tahap ?

3. Basa kuat yang digunakan dalam reaksi E2 ini juga cenderung menggunakan temperatur yang tinggi. Mengapa dalam reaksi E2 cenderung digunakan temperatur yang tinggi ?

Sumber :
Fessenden RJ and JS. Fessenden. 1982. Kimia Organik jilid 1. Jakarta : Erlangga
Bloch, Daniel R. 2002. Kimia Organik. Jakarta : Buku EGC

Jumat, 14 Februari 2020

Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik SN1                                      

Sebelumnya kita sudah membahas mengenai Mekanisme dari Reaksi Nukleofilik orde kedua (SN2) yang mana itu terjadi pada alkil halida primer dan sekunder. Nah, bagaimana hasil yang terbentuk pada Alkil halida tersier yang tidak bisa ikut bereaksi secara SN2 ? Ternyata ada cara mekanisme substitusi yang lain, yang disebut dengan Reaksi substitusi nukleofilik orde pertama (SN1). S adalah substitusi, N adalah nukleofilik dan 1 berarti unimolekular (orde pertama).

Kinetika

Laju reaksi SN1 hanya bergantung pada substrat tidak bergantung pada nukleofil. Bila konsentrasi substrat diperbesar sebanyak dua kali maka laju reaksinya juga dua kali lebih cepat tetapi konstanta lajunya tidak. Persamaan lajunya, yaitu :

Laju reaksi = k [ substrat ]

Nukleofil

laju reaksi SN1 tidak memengaruhi struktur nukleofil karena nukleofil tidak dapat menentukan tahap penentu lajunya. Struktur nukleofil pada reaksi SN1 ini sama dengan reaksi pada SN2.

Substrat

Laju reaksi SN1 bergantung pada konsentrasi dan struktur substratnya. Dalam seri homolog, alkil halida tersier bereakzsi paling cepat sedangkan metil halida bereaksi paling lambat.

Pelarut

Pada pelarut polar dapat meningkatkan laju reaksi SN1 dengan cara menstabilkan suatu keadaan transisinya pada tahap penentu laju reaksi. Keadaan transisi mempunyai muatan positif parsial pada atom karbon dan muatan negatif parsial pada gugus lepasnya. Pada pelarut polar akan berinteraksi dengan keadaan transisi polar dan dapat menstabilkannya. Sehingga dapat menurunkan besar Ea nya. Pelarut protik polar dapat membentuk ikatan hidrogen gugus lepas bermuatan negatif yang akan lepas. Pelarut protik polar lebih menstabilkan keadaan transisinya daripada pelarut aprotik polar. Pelarut protik polar ialah pelarut yang lebih baik pada reaksi SN1 daripada dengan pelarut apotik polar.

Mekanisme SN1

Merupakan proses tiga-langkah (bertahap/stepwise reaction), yaitu :

Tahap 1 (ionisasi) ~ tahap pembentukan ion


Pada saat substrat alkil halida tersier melepaskan gugus pergi maka gugus perginya akan lepas dengan sendirinya. Lalu, substratnya mengalami pemutusan seperti pada keadaan transisi 1 diatas terlihat bagaimana suatu gugus fungsinya itu bisa lepas dari karbon substratnya. Gugus pergi memiliki muatan parsial negatif dan gugus pergi biasanya disebut gugus penarik elektron maka ikatan antara karbon dan gugus pergi semakin lama semakin putus sehingga menghasilkan zat antara karbokation.

Tahap 2 (kombinasi dengan Nu:-)~serangan nukleofilik terhadap karbokation


Pada karbokation ini memiliki sepasang orbital p yang masih kosong sehingga bisa diisi dengan 2 pasang elektron dari nukleofilik. Jadi, nukleofilik akan menyerang karbon dimana terdapat 2 serangan yaitu serangan dari atas yang menghasilkan produk yang kedua dan serangan dari arah bawah yang kemudian menghasilkan produk yang pertama. Reaksi SN1 tidak mengalami inversi walden.

Tahap 3 (asam-basa)


Dimana terjadi pelepasan H+ dari dalam nukleofilik yang sangat lemah seperti H2O dan CH3CH2OH.

Permasalahan :

1. Bagaimana laju reaksinya jika konsentrasi nukleofil dalam reaksi SN1 diperbesar sebanyak dua kali ?

2. Mengapa pelarut protik polar merupakan pelarut yang lebih baik untuk reaksi SN1 daripada dengan pelarut aprotik polar ?

3. Mengapa pada mekanisme tahap pertama pada reaksi SN1 gugus perginya dapat lepas dengan sendirinya ?

Referensi :
Bloch, Daniel R. 2002. Kimia Organik. Jakarta : Buku EGC



Sabtu, 08 Februari 2020


Mekanisme reaksi substitusi nukleofilik SN2
          
           Sebelum masuk kepada materi bahasan ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai reaksi nukleofilik. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui sebelum masuk pada pokok bahasan reaksi nukleofilik ini :
1. Nukleofilik adalah suatu spesi atau molekul yang menyerang alkil halida (halogen yang terikat pada suatu alkil) reaksi substitusi dilambangkan dengan NU-. Spesi atau molekul apa saja yang terikat ke pusat positif dinamakan nukleofil. Kebanyakan nukleofil adalah Anion. Nukleofil yang sering dijumpai berupa oksigen, nitrogen, sulfur, halogen dan karbon.
2. Elektrofilikyaitu kebalikan dari nukleofilik dilambangkan dengan E+. Elektrofilik adalah spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif, seperti H+ dan C
3. Gugus pergi adalah suatu gugus lepas apa saja yang bergeser dari ikatan dengab atom karbon. Dalam reaksi substitusi alkil halida, halidanya disebut gugus pergi (leaving group)

Nah, reaksi substitusi nukleofilik itu adalah suatu reaksi dimana ion, atom dan gugus pada suatu substrat digantikan oleh ion, atom atau gugus yang lain. Reaksi substitusi nukleofilik terbagi menjadi dua, yaitu reaksi substitusi nukleofilik orde pertama (SN1) dan reaksi substitusi nukleofilik orde kedua (SN2). Pada blog saya kali ini saya akan membahas mengena Mekanisme darii reaksi substitusi nukleofilik orde kedua (SN2) terlebih dahulu. SN2 adalah suatu reaksi substitusi yang lepasnya gugus fungsi dan ikatan baru nukleofil terjadi secara bersamaan. Reaksi ini akan cepat jika gugus alkil pada substratnya berupa metil (primer) dan reaksi akan berjalan lambat jika berupa tersier.



Jadi untuk langkah ini dipengaruhi oleh bromobutana dan ion sianida. Adapun persamaan laju reaksinya, yaitu :


Diagram laju reaksimya



Jadi, merubah konsentrasi ion bromobutana dan ion sianida akan mempengaruhi laju reaksi. Untuk reaksi SN2 reaksinya terjadinya secara concerted sehingga diperlukan tempat untuk pembentukan dan pemutusan ikatan sehingga karbon primer yang memungkinkan menggunakan reaksi substitusi SN2.

Stereokimia produk


Terjadi concerted sehingga pembentukan dan pemutusan ikatan terjadi secara bersama-sama. Jadi, untuk karbon sekunder disini nukleofil yang menyerang molekul atau ion ini datang dari sisi yang berlawanan dari gugus fungsi disini oleh karena itu produk disini mempunyai inversion of stereocentre.

Inversi Welden

Inversi welden adalah reaksi SN2 yang berlangsung pada pusat stereo dalam substrat awal, produk reaksi memiliki konfigurasi yang berlawanan pada pusat stereonya. Pada keadaan transisi memiliki struktur trigonal piramidal. Suatu gugus yang sebelumnya berorientasi ke kiri dalam bahan awal kemudian menjadi berorientasi ke kanan dalam produknya. Jika suatu reaksi diawali dengan stereoisomer S, maka produk yang dihasilkan memiliki konfigurasi R.



Permasalahan
1. Mengapa kebanyakan Nukleofil yang menyerang Alkil halida merupakan Anion ?

2. Berdasarkan pernyataan pada pembahasan saya diatas “Reaksi SN2 akan cepat bereaksi jika gugus alkil pada substratnya berupa metil (primer) dan reaksi akan berjalan lambat jika berupa tersier”. Mengapa demikian ?

3. Bagaimana hasilnya jika stereoisomer R mengalami inversi Walden, apakah produk yang dihasilkan akan mengandung dua isomer atau salah satu saja ?
Contoh substratnya











Referensi :
Bloch, Daniel R. 2002. Kimia Organik. Jakarta : Buku EGC

Minggu, 02 Februari 2020

Stereokimia : Konfigurasi R dan S

Sebelum memasuki materi konfigurasi R dan S sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa itu khiral dan kapan kiral bisa terjadi . Jadi, perlu diketahui bahwa kiral yaitu suatu senyawa yang tidak dapat ditindih dengan bayangan cerminnya sendiri. Kemudian kiral sendiri terjadi karena ada empat gugus yang mengikat atom karbon yang berbeda. Sehingga hal ini dikenal dengan stereosenter. Di lingkungaan kimia organik streosenter bisa mempunyai suatu konfigurasi R dan S. Nah, pada kali ini saya akan membahas tentang konfigurasi R dan S. Konfigurasi adalah susunan dari suatu atom-atom yang menunjukkan ciri pada streoisomer.
Menurut R.S Chan, Sir Christopher Ingold, dan V. Prelog ada dua langkah untuk menentukan konfigurasi R dan S, yaitu :
1.    Menentukan terlebih dahulu urutan dari prioritas keempat atom atau keempat gugus (ligan) yang mengikat pusat khiral. Contoh : CHClBrI, dimana dari contoh tersebut dapat kita lihat bahwa keempat atom yang mengikat pusat khiral pada semua atom karbon yang berbeda-beda. Untuk menentukan prioritasnya dapat kita lihat nomor atom yang lebih tinggi, semakin tinggi nomor atom suatu gugusnya maka memiliki prioritas yang lebih tinggi juga. Sehingga urutannya I, Br, Cl, H.
2.    Mengamati keempat molekul ligan yang mana paling rendah ataupun paling tinggi dan mengamati suatu susunan ligan yang akan dijadikan prioritasnya. Dimulai dari ligan yang paling tinggi nomor atomnya menjadi prioritas utama, lalu yang prioritasnya yang kedua dan kemudian yang ketiga. Jika bergerak dengan searah jarum jam maka konfigurasinya adalah R (dalam bahasa latin : rectus yang berarti kanan) sedangkan jika ligan urutannya tidak searah jarum jam maka konfigurasinya S (dalam bahasa latin : sinistes yang berarti kiri).

Aturan-aturan

Aturan 1. Jika keempat atom yang berbeda-beda mengikat pusat khiral maka untuki memperiotaskannya dilihat dari nomor atomnya, jika nomor atomnya lebih tinggi maka dijadikan prioritas utama atau yang lebih tinggi. dan jika dua atom memiliki dari unsur yang sama pada isotopnya maka yang memiliki nomor massa tertinggi memiliki prioritas yang tertinggi juga.
Contoh :

Untuk menentukan Streokimia diatas kita harus letakkan yang memiliki prioritasnya terendah di bagian belakang. Dapat diketahui bahwa nomor atom Cl = 17, Br = 35, C = 6, H = 1, maka sesuai dengan prioritasnya atom karbon diatas bergerak searah jarum jam. Sehingga karbon diatas memiliki konfigurasi R.

Diketahui nomor atom dari F = 9, N = 7, C = 6, H = 1 maka yang menjadi prioritas utamanya adalah Florin. Sehingga sesuai prioritasnya atom karbon diatas berlawanan jarum jam. Sehingga memiliki konfigurasi S.

Aturan 2. Jika dua atom yang terikat di pusat khiral yang sama maka kita dapat membandingkan atom yang mengikat  pada atom yang sama.
Contoh :

Pada CH3 memiliki atom-atom keduanya C,H,H,H dan pada C3H7 atom-atom keduanya ialah C,C,C,H,H,H,H,H,H,H. Karena atom karbon memiliki nomor atom yang lebih tinggi dari atom Hidrogen maka C3H7 memiliki prioritas yang lebih tinggi. sehingga urutan prioritasnya Cl,C3H7, CH3, H. Karena bergerak berlawanan arah jarum jam, maka atom karbon diatas memiliki konfigurasi S.




Permasalahan :
  1. Seperti kita ketahui bahwa suatu molekul dikatakan kiral jika atom C mengikat empat gugus yang berbeda-beda. Selain pernyataan diatas bagaimana cara lain agar dapat mengetahui bahwa suatu molekul tertentu kiral ?
  2. Pada pembahasan diatas terdapat contoh prioritas terendah suatu Hidrogen yang berada dibagian belakang. Bagaimana aturan yang terjadi jika suatu karbon dengan prioritas Hidrogennya berada dibagian depan ?
  3. Mengapa massa molekul yang terbesar menjadi prioritas utama pada penentuan konfigurasi R dan S ?
Referensi : 
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press